Minggu, 22 Juli 2012

Khutbah : Idul Fitri


MEMBANGUN MENTALITAS BANGSA YANG BERMARTABAT
Oleh : Drs. H. Sutino Sasmito

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Mengawali khutbah Idul Fitri pada pagi ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadlirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karuniaNya yang masih kita rasakan hingga saat ini. Bersyukur, karena kita telah berhasil menunaikan puasa Ramadhan. Bersyukur, karena kita diberi kesempatan  untuk meraih kemenangan pada hari ini, menang sebagai insan Muttaqien sebagaimana yang dijanjikanNya. Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan atas diri Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia menghidupkan sunnah dan risalahnya hingga akhir zaman nanti. Amin.

Jama’ah Idul Fitri rahimakumullah

Sejak Indonesia merdeka  tahun 1945 yang lalu, bangsa kita telah mengalami 66 kali berpuasa ramadhan dan 66 kali berhari Raya idul Fitri. Hal yang perlu kita renungkan dengan sekian kali kita jalankan Puasa Ramadhan dan sekian kali kita rayakan Idul Fitri, sudahkah membawa dampak bagi terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, bermartabat, berbudaya dan berperadaban?. Untuk menjawab pertanyaan  di atas, marilah sejenak kita renungkan, tentang kisah lama yang tercatat dalam tarikh Islam, yakni ketika Khalifah Umar bin Khatab hendak menguji kejujuran seorang anak penggembala kambing.

Suatu ketika Khalifah Umar mendatangi seorang anak penggembala kambing, seraya membujuknya agar anak itu bersedia menjual seekor kambingnya kepada beliau, mumpung keadaan sepi dan tidak ada orang yang melihatnya. Umar meyakinkan bahwa tuannya tidak akan tahu sekiranya kambingnya berkurang satu ekor. Setelah berbagai cara dilakukan sang Khalifah, anak itupun menjawab dengan lugas : “Allah pasti Maha tahu apa yang aku lakukan, dan aku malu kepadaNya jika aku melakukan hal tidak terpuji ini”. Mendengar jawaban anak penggembala tersebut, betapa tersayat hati Khalifah Umar bin Khatab, ternyata rakyatnya masih ada yang memegang teguh nilai-nilai “kejujuran”.

Kaum Muslimin, Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah

Itulah sepenggal kisah lama yang hampir terkubur. Dari kisah di atas, dapat kita jadikan i’tibar tentang kondisi negeri kita saat ini.  Sekarang ini di negeri yang penduduknya mayoritas beragama Islam, bahkan tercatat sebagai negara Islam terbesar di dunia, di negeri yang berdasarkan Pancasila, yang sila pertamanya berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, ternyata kejujuran menjadi barang yang sangat langka. Kejujuran hanya dijadikan slogan dan bahan khutbah , tidak pernah diaplikasikan dalam kehidupan. Saat ini bahkan banyak beredar semboyan sesat dalam masyarakat kita, yang Jujur akan hancur, yang lurus akan kurus, yang ikhlas akan tergilas. Nalar waras dan nurani kita tentu akan berontak ketika kita mengenang kisah tragis yang dialami sebuah keluarga, pasangan Widodo – Siami dan anaknya saat mengadukan kecurangan ujian nasional di salah satu SDN di negeri ini.

Siami yang mencoba berlaku Jujur, ternyata malah sempat terusir dari desanya. Warga marah karena perilaku jujur Siami dan anaknya yang didukung sang suami itu akan menyebabkan anak-anak warga yang satu sekolah dengan anak Siami terancam tidak lulus. Walaupun sekarang keluarga Siami sudah dimaafkan warga dan boleh kembali ke desanya, terlebih lagi setelah Mendiknas menyatakan tidak ada aksi contek masal di SDN Gadel II Surabaya itu, kisah memilukan itu dinyatakan selesai. Namun masih ada satu hal yang mengganjal, yaitu ada praktek untuk membungkam kejujuran. Dimasa depan orang akan berfikir ulang untuk menyuarakan kebenaran. Dengan kuatnya membungkam kebenaran bukan tidak mungkin seluruh penduduk negeri ini akan memilih menjadi “syetan bisu” yang tidak mau menyuarakan kebenaran, atau malah akan menjadi “juru bicara syetan” untuk menyebarkan kebohongan.

Jama’ah Rahimakumullah,

Shaum Ramadhan baru saja usai kita tunaikan, hari kemenangannya  sedang kita rayakan, tetapi mentalitas bangsa terasa masih berantakan. Shaum Ramadhan yang mengajarkan “kejujuran” ternyata belum mampu merasuk ke dalam sanubari masyarakat kita. Puasa dijalankan tetapi kebohongan juga tetap melenggang, lebih-lebih dilingkungan para pemimpin di negeri ini. Kita melihat, para tokoh di Republik ini sedang menjalankan drama kepura-puraan. Masyarakat selalu disuguhi adegan menyakitkan dari mereka yang sering dijuluki “kelompok manusia terhormat”. Kebijakan pemimpin dari pusat hinggá daerah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, sandiwara para politisi yang kian menguras energi, korupsi yang semakin menggurita, baik yang dilakukan secara individu maupun secara berjama’ah, bahkan budaya suap yang terus melembaga dikalangan birokrat, benar-benar telah meruntuhkan kepercayaan diri kita sebagai bangsa yang ber-Pancasila.

Biduk negeri ini pelan tapi pasti akan pecah dan karam, layar perahu negeri ini akan koyak. Rakyat akan semakin terlantar, tidak terurus dan perlahan-lahan akan menjadi paria, bahkan menjadi pengemis di negerinya sendiri. Sementara kita melihat elit negeri ini telah membiarkan antara lisan dan perbuatannya pecah kongsi. Elit politik sibuk bertikai dan berbohong sementara negara dibiarkan berjalan sendiri alakadarnya. Begitu pula kondisi perekonomian menunjukkan grafik menurun, buktinya BBM kian langka,  harga kebutuhan hidup masyarakat kian melonjak. Ekonomi memang berjalan tetapi berjalan dengan sendirinya tanpa ada desain jelas dari pemerintah. Bila hal ini dibiarkan maka lama kelamaan akan runtuh juga, dan tidak menutup kemungkinan krisis ekonomi akan menyambangi kembali negeri ini seperti yang pernah terjadi pada dekade sebelumnya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd.
Di dalam AlQur’an, Allah SWT telah mengingatkan :

 “Dan jika kami hedak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta’ati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. (QS. Al- Isra’ ayat : 16).

Dalam Kitab Duratun Nashihin disebutkan, kelak akan datang pada suaatu masa akan menimpa ummat Islam, dimana akan lahir (1) Para pemimpin bermental singa (2) para menterinya bermental serigala (3) para penegak hukumnya bermental anjing dan (4) masyrakatnya bermental kambing.

Jika kita maknai lebih mendalam,  Singa memiliki karakter : galak, maunya menang sendiri dan merasa takut jika dirinya tersaingi binatang lain, prinsip hidupnya : dirinya harus menjadi raja walau dengan cara apapun. Adapun  Serigala memiliki karakter: binatang paling licik, demi ambisi tujuannya ia rela bergonta ganti sifat, ia tidak punya pendirian yang istiqamah yang penting dirinya aman. Sementara Anjing mempunyai watak: sangat bergantung pada tuannya, jika tuannya rajin memberinya daging ia akan rela mengabdi dengan seluruh kemampuannya, tetapi bila tuannya tidak lagi memberinya daging, ia rela menerkamnya. Adapun Kambing ádalah binatang yang memiliki karakter: sebagai binatang yang begog, tidak memiliki harapan masa depan, yang penting hari ini makan, yang penting dirinya gemuk meski esok hari dirinya akan disembelih pemiliknya.
 Terlepas benar atau salah ilustrasi di atas, tetapi ada kemiripan dengan apa yang terjadi di negeri tercinta ini. Jika karakter di atas telah membudaya, bukan barang mustahil negeri ini akan hancur sehancur hancurnya dengan derasnya malapetaka. Apalagi jika kita mengutip pandangan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. Beliau mengatakan : Ada Lima penyebab turunnya malapetaka atas diri ummat Islam, yakni :

  1. Bila Islam tinggal namanya saja   
  2. Jika agama dipraktekkan dalam bentuk ceremonial saja    
  3. Al-Qur’an sekedar dibaca , tetapi tidak dikaji isinya apalagi diamalkan ajarannya  
  4.  Masjid banyak didirikan, tetapi tidak dimakmurkan melainkan sekedar untuk saling berbangga-banggaan   
  5. Banyaknya ulama yang telah menjadi pengkhianat, dari dirinya datang fitnah dan kepadanya pula fitnah itu kembali.

Sementara menurut pandangan di kalangan Hukama, bahwa binasanya suatu negeri disebabkan lima hal pula, yakni : (1) Para Ulama tidak lagi mengajar agama tetapi sibuk berpolitik (2) Para penguasa telah beramai-ramai menjadi pengumpul harta (3) Para pemimpin telah berlaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya (4) Banyak orang awam bebas beragama tanpa memahami hujjahnya (5) Banyak pegawai yang tidak lagi jujur dalam bekerja.

 Menurut pandangan Mahatma Gandhi yang pemikiranya dikembangkan oleh Stephen R. Covey dalam bukunya yang berjudul ”Principle Centered Leadership”, menginventarisasi 7 (tujuh) dosa besar yang menyebabkan carut marutnya bumi saat ini. Ketujuh dosa besar tersebut adalah : (1) Jika kekayaan yang diperoleh didapat dengan cara yang tidak halal (2) Kenikmatan yang diperoleh dengan mengingkari suara hati (3) Pengetahuan yang dimiliki manusia tidak lagi beretika (4) Bisnis tanpa dilandasi moral (5) Pengetahuan tanpa dilandasi nilai kemanusiaan (6) Agama tanpa pengorbanan  dan (7) Politik tanpa prinsip.

Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah.

Ibadah Shoum Ramadhan yang Idul Fitrinya kita rayakan hari ini, sejatinya salah satu cara Allah SWT untuk mengajari ummat manusia agak menjadi makhluk yang bermartabat, berbudaya atau dalam istilah Al- Qur’an manusia ”bertaqwa”. Memang untuk menjadi individu dan bangsa yang berperadaban dituntut keberanian melakukan perbaikan diri. Tidak salah jika kita harus belajar dari kehidupan binatang ulat.

”Ulat” adalah salah satu ciptaan Allah SWT yang dapat kita tadaburi. Dalam pandangan naluri kita, ulat adalah binatang yang menakutkan juga menjijikkan. Struktur tubuhnya yang dibalut dengan bulu dapat membuat takut bagi yang melihatnya. Kehidupan ulat terus berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan tidak jarang setiap dedaunan atau tanaman yang dilewatinya, rusak karena gigitannya. Banyak petani menanggung kerugian saat tanaman mereka dirusak oleh ulat. Tetapi pada saat tertentu, ulat yang selalu mengusik lingkungannya itu, berani melakukan perbaikan diri dengan merubah wujudnya menjadi ”kepompong”. Saat berubah bentuk dari ulat menjadi kepompong, pandangan manusia sudah mulai berbeda. Kini manusia tidak lagi merasa takut dan juga tidak merasa jijik saat menatap kepompong. Bulu-bulu yang menebarkan aroma gatal, kini tertbungkus kulit kepompong. Kakinya yang selalu merayap kini terhenti, begitupula gigi-giginya yang selalu digunakan untuk merusak tanaman, ia sembunyikan. Kini ulat melakukan proses kontempalsi, perenungan diri atau muhasabah.
 Dan  akhirnya, setelah tiba waktunya, ulat yang berubah wujud menjadi kepompong itu terus melakukan  metomorfosa beralih wujud menjadi ”seekor kupu-kupu”. Ketika telah lahir sebagai kupu-kupu, pandangan manusia sudah berbalik 180 derajat. Rasa takut, jijik dan risih, kini lenyap karena mereka melihat makhluk baru yang serba indah. Sayap-sayapnya berlukiskan warna-warni, kakinyapun saat hinggap tidak pernah mematahkan ranting, begitu pula tempat bermainnyapun dari kuncup bunga ke bunga yang lain. Subhanallah, itulah ayat kauniyah yang sangat berarti, bagi siapa yang mau memikirkannya.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Kita, manusia adalah makhluk termulia diantara makhluk ciptaan Allah yang lain. Sanggupkah kita belajar dari kehidupan ulat?. Jika diri kita ingin menjadi kupu-kupu yang bertaqwa, kita harus berani melakukan metamorfosa diri (merubah karakter diri). Begitu pula jika kita ingin bangsa dan negara ini tampil sebagai bangsa yang beradab, bermartabat, berakhlaqul karimah, adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan, seharusnya semua elemen anak negeri harus berani melakukan perbaikan diri, baik para pemimpinnya, para menterinya, para penegak hukumnya tak terkecuali warga masyarakatnya. Kita tidak boleh malu belajar dari kehidupan ulat. Dan Shoum Ramadhan yang baru saja kita laksanakan, adalah cara terbaik untuk merubah diri kita ke arah yang lebih baik.

Jama’ah Idul Fitri rahimakumullah.

Marilah kita rayakan hari kemenangan ini dengan penuh sukacita namun tetap kita jaga nilai-nilai kesederhanaan. Kita jauhkan sikap pemborosan, perilaku sia-sia, dan segala tindakan yang akan menodai amal ibadah mulia yang baru saja kita tunaikan. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa kesalahan kita dan mengembalikan diri  kita dalam kefitrahan, menetapkan kita dalam Islam, Iman dan Ihsan. Akhirnya marilah kita berdo’a kehadlirat Allah SWT, dengan khusu’ dan penuh tawadlu’, dengan  penuh harap semoga permohonan kita diijabah.

Ya, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ampuni kami yang merugi, yang dlolim atas waktu yang terbuang. Ampuni kami yang menghamba pada khilaf dan nafsu syahwat bahkan angkara maksiat. Ampuni kami atas gelap mata, lidah dan telinga, atas tangan, kaki dan fikiran yang terlampau sering tak seiring jalan dengan qalbu nurani, kaidah khususnya aqidah.

Ya Allah Yang Maha Bijak, kami bersimpuh hanya kepadaMu. Izinkan kami kembali ke hadiratMu bersama setetes amal diujung umur kami. Kami hanya sebiji zarah yang senantiasa terbenam lumpur dusta, nista sumpah serapah, insan angkuh, budi rapuh yang sering abai menunaikan titahMu.

Ya Allah, Yang Maha Baik lagi Maha Adil. Lapangkan kami menuju syurgaMu, lapangkan sisa umur kami kembali kejalanMu. Ridloi dan terangi mata hati kami untuk kembali bersujud kepadaMu. Ampuni dosa kami, terimal taubat kami dan ringankanlah ujian kami dalam melintasi cobaanMu.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengampun. Ampunilah segenap dosa orang-orang mukmin dan mukminat, muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan pengabul do’a.  Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar