MEMBANGUN
MENTALITAS BANGSA YANG BERMARTABAT
Oleh :
Drs. H. Sutino Sasmito
Ma’asyiral Muslimin
rahimakumullah.
Mengawali khutbah Idul Fitri pada
pagi ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadlirat Allah SWT atas
limpahan nikmat dan karuniaNya yang masih kita rasakan hingga saat ini. Bersyukur,
karena kita telah berhasil menunaikan puasa Ramadhan. Bersyukur, karena kita
diberi kesempatan untuk meraih
kemenangan pada hari ini, menang sebagai insan Muttaqien sebagaimana yang
dijanjikanNya. Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan atas diri Rasulullah
SAW, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia menghidupkan
sunnah dan risalahnya hingga akhir zaman nanti. Amin.
Jama’ah
Idul Fitri rahimakumullah
Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 yang lalu, bangsa kita telah
mengalami 66 kali berpuasa ramadhan dan 66 kali berhari Raya idul Fitri. Hal
yang perlu kita renungkan dengan sekian kali kita jalankan Puasa Ramadhan dan
sekian kali kita rayakan Idul Fitri, sudahkah membawa dampak bagi terciptanya
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, bermartabat, berbudaya dan
berperadaban?. Untuk menjawab pertanyaan di atas, marilah sejenak kita renungkan,
tentang kisah lama yang tercatat dalam tarikh Islam, yakni ketika Khalifah Umar
bin Khatab hendak menguji kejujuran seorang anak penggembala kambing.
Suatu ketika Khalifah Umar
mendatangi seorang anak penggembala kambing, seraya membujuknya agar anak itu
bersedia menjual seekor kambingnya kepada beliau, mumpung keadaan sepi dan
tidak ada orang yang melihatnya. Umar meyakinkan bahwa tuannya tidak akan tahu
sekiranya kambingnya berkurang satu ekor. Setelah berbagai cara dilakukan sang
Khalifah, anak itupun menjawab dengan lugas : “Allah pasti Maha tahu apa yang
aku lakukan, dan aku malu kepadaNya jika aku melakukan hal tidak terpuji ini”.
Mendengar jawaban anak penggembala tersebut, betapa tersayat hati Khalifah Umar
bin Khatab, ternyata rakyatnya masih ada yang memegang teguh nilai-nilai “kejujuran”.
Kaum
Muslimin, Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah
Itulah sepenggal kisah lama yang hampir
terkubur. Dari kisah di atas, dapat kita jadikan i’tibar tentang kondisi negeri
kita saat ini. Sekarang ini di negeri
yang penduduknya mayoritas beragama Islam, bahkan tercatat sebagai negara Islam
terbesar di dunia, di negeri yang berdasarkan Pancasila, yang sila pertamanya
berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, ternyata kejujuran menjadi barang yang
sangat langka. Kejujuran hanya dijadikan slogan dan bahan khutbah , tidak
pernah diaplikasikan dalam kehidupan. Saat ini bahkan banyak beredar semboyan
sesat dalam masyarakat kita, yang Jujur akan hancur, yang lurus akan kurus,
yang ikhlas akan tergilas. Nalar waras dan nurani kita tentu akan berontak
ketika kita mengenang kisah tragis yang dialami sebuah keluarga, pasangan
Widodo – Siami dan anaknya saat mengadukan kecurangan ujian nasional di salah
satu SDN di negeri ini.
Siami yang mencoba berlaku Jujur,
ternyata malah sempat terusir dari desanya. Warga marah karena perilaku jujur Siami
dan anaknya yang didukung sang suami itu akan menyebabkan anak-anak warga yang
satu sekolah dengan anak Siami terancam tidak lulus. Walaupun sekarang keluarga
Siami sudah dimaafkan warga dan boleh kembali ke desanya, terlebih lagi setelah
Mendiknas menyatakan tidak ada aksi contek masal di SDN Gadel II Surabaya itu,
kisah memilukan itu dinyatakan selesai. Namun masih ada satu hal yang
mengganjal, yaitu ada praktek untuk membungkam kejujuran. Dimasa depan orang
akan berfikir ulang untuk menyuarakan kebenaran. Dengan kuatnya membungkam
kebenaran bukan tidak mungkin seluruh penduduk negeri ini akan memilih menjadi “syetan
bisu” yang tidak mau menyuarakan kebenaran, atau malah akan menjadi “juru
bicara syetan” untuk menyebarkan kebohongan.
Jama’ah
Rahimakumullah,
Shaum Ramadhan baru saja usai kita tunaikan,
hari kemenangannya sedang kita rayakan,
tetapi mentalitas bangsa terasa masih berantakan. Shaum Ramadhan yang
mengajarkan “kejujuran” ternyata belum mampu merasuk ke dalam sanubari
masyarakat kita. Puasa dijalankan tetapi kebohongan juga tetap melenggang,
lebih-lebih dilingkungan para pemimpin di negeri ini. Kita melihat, para tokoh
di Republik ini sedang menjalankan drama kepura-puraan. Masyarakat selalu
disuguhi adegan menyakitkan dari mereka yang sering dijuluki “kelompok
manusia terhormat”. Kebijakan pemimpin dari pusat hinggá daerah yang tidak
berpihak pada kepentingan rakyat, sandiwara para politisi yang kian menguras
energi, korupsi yang semakin menggurita, baik yang dilakukan secara individu
maupun secara berjama’ah, bahkan budaya suap yang terus melembaga dikalangan
birokrat, benar-benar telah meruntuhkan kepercayaan diri kita sebagai bangsa
yang ber-Pancasila.
Biduk negeri ini pelan tapi pasti
akan pecah dan karam, layar perahu negeri ini akan koyak. Rakyat akan semakin
terlantar, tidak terurus dan perlahan-lahan akan menjadi paria, bahkan menjadi
pengemis di negerinya sendiri. Sementara kita melihat elit negeri ini telah
membiarkan antara lisan dan perbuatannya pecah kongsi. Elit politik sibuk
bertikai dan berbohong sementara negara dibiarkan berjalan sendiri alakadarnya.
Begitu pula kondisi perekonomian menunjukkan grafik menurun, buktinya BBM kian
langka, harga kebutuhan hidup masyarakat
kian melonjak. Ekonomi memang berjalan tetapi berjalan dengan sendirinya tanpa
ada desain jelas dari pemerintah. Bila hal ini dibiarkan maka lama kelamaan
akan runtuh juga, dan tidak menutup kemungkinan krisis ekonomi akan menyambangi
kembali negeri ini seperti yang pernah terjadi pada dekade sebelumnya.
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd.
Di dalam AlQur’an, Allah SWT telah mengingatkan
:
“Dan jika kami
hedak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang
hidup mewah di negeri itu (supaya menta’ati Allah), tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya”. (QS. Al- Isra’ ayat : 16).
Dalam Kitab Duratun
Nashihin disebutkan,
kelak akan datang pada suaatu masa akan menimpa ummat Islam, dimana akan lahir
(1) Para pemimpin bermental singa (2) para menterinya bermental serigala (3)
para penegak hukumnya bermental anjing dan (4) masyrakatnya bermental kambing.
Jika kita maknai lebih
mendalam, Singa memiliki
karakter : galak, maunya menang sendiri dan merasa takut jika dirinya tersaingi
binatang lain, prinsip hidupnya : dirinya harus menjadi raja walau dengan cara
apapun. Adapun Serigala memiliki
karakter: binatang paling licik, demi ambisi tujuannya ia rela bergonta ganti
sifat, ia tidak punya pendirian yang istiqamah yang penting dirinya aman.
Sementara Anjing mempunyai watak: sangat bergantung pada tuannya,
jika tuannya rajin memberinya daging ia akan rela mengabdi dengan seluruh kemampuannya,
tetapi bila tuannya tidak lagi memberinya daging, ia rela menerkamnya. Adapun Kambing
ádalah binatang yang memiliki karakter: sebagai binatang yang begog,
tidak memiliki harapan masa depan, yang penting hari ini makan, yang penting
dirinya gemuk meski esok hari dirinya akan disembelih pemiliknya.
Terlepas benar atau salah ilustrasi
di atas, tetapi ada kemiripan dengan apa yang terjadi di negeri tercinta ini. Jika
karakter di atas telah membudaya, bukan barang mustahil negeri ini akan hancur
sehancur hancurnya dengan derasnya malapetaka. Apalagi jika kita mengutip
pandangan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. Beliau mengatakan : Ada Lima
penyebab turunnya malapetaka atas diri ummat Islam, yakni :
- Bila Islam tinggal namanya saja
- Jika agama dipraktekkan dalam bentuk ceremonial saja
- Al-Qur’an sekedar dibaca , tetapi tidak dikaji isinya apalagi diamalkan ajarannya
- Masjid banyak didirikan, tetapi tidak dimakmurkan melainkan sekedar untuk saling berbangga-banggaan
- Banyaknya ulama yang telah menjadi pengkhianat, dari dirinya datang fitnah dan kepadanya pula fitnah itu kembali.
Sementara menurut pandangan di kalangan Hukama, bahwa binasanya
suatu negeri disebabkan lima hal pula, yakni : (1) Para Ulama
tidak lagi mengajar agama tetapi sibuk berpolitik (2) Para penguasa telah
beramai-ramai menjadi pengumpul harta (3) Para pemimpin telah berlaku
sewenang-wenang terhadap rakyatnya (4) Banyak orang awam bebas beragama tanpa
memahami hujjahnya (5) Banyak pegawai yang tidak lagi jujur dalam bekerja.
Menurut pandangan Mahatma
Gandhi yang pemikiranya
dikembangkan oleh Stephen R. Covey dalam bukunya yang berjudul ”Principle
Centered Leadership”,
menginventarisasi 7 (tujuh) dosa besar yang menyebabkan carut marutnya
bumi saat ini. Ketujuh dosa besar tersebut adalah : (1) Jika kekayaan
yang diperoleh didapat dengan cara yang tidak halal (2) Kenikmatan yang
diperoleh dengan mengingkari suara hati (3) Pengetahuan yang dimiliki manusia
tidak lagi beretika (4) Bisnis tanpa dilandasi moral (5) Pengetahuan tanpa
dilandasi nilai kemanusiaan (6) Agama tanpa pengorbanan dan (7) Politik tanpa prinsip.
Jama’ah Idul Fitri
Rahimakumullah.
Ibadah Shoum Ramadhan yang Idul Fitrinya kita
rayakan hari ini, sejatinya salah satu cara Allah SWT untuk mengajari ummat
manusia agak menjadi makhluk yang bermartabat, berbudaya atau dalam istilah Al-
Qur’an manusia ”bertaqwa”. Memang untuk menjadi individu dan bangsa yang
berperadaban dituntut keberanian melakukan perbaikan diri. Tidak salah jika kita
harus belajar dari kehidupan binatang ulat.
”Ulat” adalah salah satu ciptaan Allah SWT yang dapat
kita tadaburi. Dalam pandangan naluri kita, ulat adalah binatang yang
menakutkan juga menjijikkan. Struktur tubuhnya yang dibalut dengan bulu dapat
membuat takut bagi yang melihatnya. Kehidupan ulat terus berjalan dari satu
tempat ke tempat lain, dan tidak jarang setiap dedaunan atau tanaman yang
dilewatinya, rusak karena gigitannya. Banyak petani menanggung kerugian saat
tanaman mereka dirusak oleh ulat. Tetapi pada saat tertentu, ulat yang selalu
mengusik lingkungannya itu, berani melakukan perbaikan diri dengan merubah
wujudnya menjadi ”kepompong”. Saat berubah bentuk dari ulat menjadi
kepompong, pandangan manusia sudah mulai berbeda. Kini manusia tidak lagi
merasa takut dan juga tidak merasa jijik saat menatap kepompong. Bulu-bulu yang
menebarkan aroma gatal, kini tertbungkus kulit kepompong. Kakinya yang selalu
merayap kini terhenti, begitupula gigi-giginya yang selalu digunakan untuk
merusak tanaman, ia sembunyikan. Kini ulat melakukan proses kontempalsi,
perenungan diri atau muhasabah.
Dan akhirnya, setelah tiba waktunya, ulat yang
berubah wujud menjadi kepompong itu terus melakukan metomorfosa beralih wujud menjadi ”seekor
kupu-kupu”. Ketika telah lahir sebagai kupu-kupu, pandangan manusia sudah
berbalik 180 derajat. Rasa takut, jijik dan risih, kini lenyap karena mereka
melihat makhluk baru yang serba indah. Sayap-sayapnya berlukiskan warna-warni,
kakinyapun saat hinggap tidak pernah mematahkan ranting, begitu pula tempat
bermainnyapun dari kuncup bunga ke bunga yang lain. Subhanallah, itulah ayat
kauniyah yang sangat berarti, bagi siapa yang mau memikirkannya.
Kaum Muslimin
Rahimakumullah
Kita, manusia adalah makhluk termulia diantara
makhluk ciptaan Allah yang lain. Sanggupkah kita belajar dari kehidupan ulat?.
Jika diri kita ingin menjadi kupu-kupu yang bertaqwa, kita harus berani
melakukan metamorfosa diri (merubah karakter diri). Begitu pula jika kita ingin
bangsa dan negara ini tampil sebagai bangsa yang beradab, bermartabat,
berakhlaqul karimah, adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan, seharusnya
semua elemen anak negeri harus berani melakukan perbaikan diri, baik para
pemimpinnya, para menterinya, para penegak hukumnya tak terkecuali warga
masyarakatnya. Kita tidak boleh malu belajar dari kehidupan ulat. Dan Shoum
Ramadhan yang baru saja kita laksanakan, adalah cara terbaik untuk merubah diri
kita ke arah yang lebih baik.
Jama’ah Idul Fitri
rahimakumullah.
Marilah kita rayakan hari kemenangan ini dengan
penuh sukacita namun tetap kita jaga nilai-nilai kesederhanaan. Kita jauhkan sikap pemborosan, perilaku
sia-sia, dan segala tindakan yang akan menodai amal ibadah mulia yang baru saja
kita tunaikan. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa kesalahan kita dan
mengembalikan diri kita dalam
kefitrahan, menetapkan kita dalam Islam, Iman dan Ihsan. Akhirnya
marilah kita berdo’a kehadlirat Allah SWT, dengan khusu’ dan penuh tawadlu’,
dengan penuh harap semoga permohonan
kita diijabah.
Ya, Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang,
ampuni kami yang merugi, yang dlolim atas waktu yang terbuang. Ampuni kami yang
menghamba pada khilaf dan nafsu syahwat bahkan angkara maksiat. Ampuni kami
atas gelap mata, lidah dan telinga, atas tangan, kaki dan fikiran yang
terlampau sering tak seiring jalan dengan qalbu nurani, kaidah khususnya
aqidah.
Ya Allah Yang Maha
Bijak, kami bersimpuh hanya
kepadaMu. Izinkan kami kembali ke hadiratMu bersama setetes amal diujung umur
kami. Kami hanya sebiji zarah yang senantiasa terbenam lumpur dusta, nista
sumpah serapah, insan angkuh, budi rapuh yang sering abai menunaikan titahMu.
Ya Allah, Yang Maha
Baik lagi Maha Adil. Lapangkan kami menuju syurgaMu, lapangkan
sisa umur kami kembali kejalanMu. Ridloi dan terangi mata hati kami untuk
kembali bersujud kepadaMu. Ampuni dosa kami, terimal taubat kami dan
ringankanlah ujian kami dalam melintasi cobaanMu.
Ya Allah, Tuhan Yang
Maha Pengampun. Ampunilah
segenap dosa orang-orang mukmin dan mukminat, muslimin dan muslimat, baik yang
masih hidup maupun yang telah wafat, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun
dan pengabul do’a. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar