MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAKIKI
ﺃﻠﺤﻤﺪﷲﻨﺤﻤﺪﻩﻭﻨﺴﺗﻌﻴﻨﻪﻭﻨﺴﺗﻐﻔﺮﻩﻭﻨﻌﻭﺬﺒﺎﷲﻤﻦﺷﺮﻮﺮﺃﻨﻔﺴﻨﺎﻭﻤﻦﺴﻴﺄﺖﺃﻋﻤﺎﻠﻨﺎ
ﻤﻦﻴﻬﺪﺍﷲﻔﻼﻤﻀﻞﻟﻪﻭﻤﻦﻴﻀﻠﻞﻔﻼﻫﺎﺪﻱﻠﻪﻭﻤﻦﻠﻢﻴﺠﻌﻞﺍﷲﻠﻪﻨﻭﺮﺍﻔﻣﺎﻠﻪﻣﻦﻧﻭﺮ
ﺃﺸﻬﺪﺃﻦﻻﺇﻠﻪﺇﻻﺍﷲﻭﺤﺪﻩﻻﺷﺮﻴﻚﻠﻪﻮﺃﺷﻬﺪﺃﻦﻤﺤﻤﺪﺍﻋﺑﺪﻩﻮﺭﺴﻮﻠﻪﺃﻠﻟﻬﻢﺻﻞﻮﺴﻠﻡ
ﻮﺑﺎﺭﻚﻋﻟﻰﻤﺤﻤﺪﻮﻋﻟﻰﺃﻠﻪﻭﺼﺤﺒﻪﻮﻤﻦﺘﺑﻌﻬﻢﺒﺈﺤﺴﺎﻦﺇﻠﻰﻴﻭﻢﺍﻠﺪﻴﻦﺃﻤﺎﺑﻌﺪﻔﻴﺎﻋﺑﺎﺪﺍﷲﺃﻭﺼﻴﻜﻢﻭﻨﻔﺴﻰﺑﺘﻘﻭﻯﺍﷲﻔﻘﺪﻔﺎﺰﺍﻟﻤﺘﻘﻭﻦﻮﻘﺎﻞﺍﷲﺘﻌﺎﻟﻰﻔﻲﻜﺘﺑﻪﺍﻟﻟﻜﺮﻴﻢ
Jama’ah rahimakumullah,
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kita panjatkan
ke hadlirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, nikmat dan hidayahNya
kepada kita. Mudah-mudahan
segala nikmat tersebut dapat kita manfaatkan secara maksimal dalam rangka mengabdi
kepadaNya serta berbuat ihsan pada sesama. Shalawat dan salam, semoga
senantiasa dilimpahkan pada diri Rasulullah SAW sebagai sumber tauladan yang
paripurna bagi siapa saja yang ingin hidupnya bermartabat, selamat minad-dunnya
ilal akhirat. Amin.
Pada kesempatan yang mulia
ini, khotib berwasiat marilah kita tingkatkan kwalitas iman dan taqwa dengan sebenar-benar
Taqwa, yakni berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan segala
perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. Mudah-mudahkan
dengan taqwa yang benar, kita akan memperoleh kebahagiaan hidup yang hakiki
baik di dunia yang fana ini hingga di akherat kelak yang abadi.
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah,
Secara fitrah setiap manusia
pada umumnya selalu menghajatkan kehidupan yang senang, bahagia, damai, tenang dan tentram lahir dan batinnya.
Karenanya wajar jika manusia berupaya semaksimal mungkin dengan berbagai cara
untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Kita saksikan fenomena kehidupan manusia
yang ingin meraih kebahagiaan tejadi dimana-mana dan dalam dimensi yang
berbeda-beda, misalnya : ada anggota DPR yang berani melakukan mark-up
proyek-proyek besar, banyak pejabat
Ekskutif yang korupsi, ada orang bekerja dari pagi hingga malam di
kantor-kantor perusahaan, para pedagang
rela berniaga dari pasar satu ke pasar yang lain, para petani rela menjemur
diri di bawah terik panasnya matahari, para nelayan sanggup menerjang ombak dan
badai demi mendapatkan tangkapannya.. Sampai-sampai seorang dokter atau bidan berani melakukan aborsi
pada pasiennya.
Itu semua jika diakui secara
jujur, karena hendak meraih sebuah nilai kebahagiaan. Pendek kata, orang akan
melakukan apa saja demi menggapai kebahagiaan, tanpa memperhatikan apakah cara
yang dilakukannya itu merugikan diri sendiri atau pihak lain. Tetapi apakah dengan usaha seperti itu
sudah pasti menjamin datangnya kebahagiaan? Ternyata fakta menunjukkan bahwa saudara-saudara
kita yang kita gambarkan di atas tidak semuanya merasakan kebahagiaan yang
hakiki, bahkan ada yang justeru merasakan pesakitan. Ada anggota DPR, para
ekskutif yang meringkuk di balik jeruji tahanan, banyak pegawai perusahaan yang
menderita karena di PHK, tidak sedikit para petani yang menjerit karena
dipermainkan pupuk dan harga, ada pula dokter dan bidan yang harus berurusan
dengan hukum.
Ma’asyiral Muslimin rahmakumullah,
Jika demikian realitanya,
hal yang perlu kita tanyakan, mengapa orang yang sudah mati-matian berusaha dan
bekerja belum atau tidak juga bahagia? Adakah sesuatu yang salah dalam usaha
mereka? Untuk menjawab kegelisahan tersebut, bagi seorang Muslim yang mukmin
tidaklah terlalu sulit. Karena dalam pandangan Muslim yang mukmin, konsep
bahagia itu telah terlihat gamblang (jelas) sebagaimana do’a yang selalu
terucap :
”Dan
di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka". (QS. Al-Baqarah : 201)
Sesungguhnya kebahagiaan ”Hakiki”
itu menuntut dua aspek yang saling mendukung. Adanya keseimbangan antara aspek lahir dan batin,
aspek materiil dan moril juga aspek duniawi dan ukhrawi. Keduanya harus
terpenuhi secara seimbang. Jika aspek dunia lebih ditonjolkan dari aspek
akherat, maka kebahagiaan hakiki tidak akan terpenuhi, begitu pula sebaliknya.
Al-Qur’anul Karim memberi petunjuk kepada kita :
”Dan
carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al Qashash : 77).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Jika demikian, apa yang
sering diusahakan mati-matian oleh manusia di dunia dalam mengejar materi, akan
berujung penderitaan dan kelelahan semata jika tidak dibarengi dengan pendakian
rohani. Bila seorang hamba berkhidmad sungguh-sungguh kepada Allah SWT, maka dunia
ini atau alam ini pasti akan berkhidmad kepadanya. Jika ia seorang petani, sawah ladang atau
hasil buminya akan subur melimpah dan mudah rezekinya. Jika ia seorang
pedagang, akan mudah peruntungan dalam perdagangannya, maju dalam perusahaannya
serta akan mendapatkan rezeki yang halal. Orang yang berkhidmad kepada Allah,
senantiasa akan menikmati sehat badan, menikmati ketenangan hidup, menikmati
kebahagiaan hakiki. Allah SWT dalam hadits QudsiNya berfirman : ”Wahai
dunia, berkhidmadlah kepada orang yang telah berkhidmad kepadaKu, dan
perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu”. (HQR. Al-Qudla’i yang
bersumber dari Ibnu Mas’d r.a).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sekarang mengertilah kita,
bahwa kebahagaan yang hakiki itu akan
terwujud jika kita mampu memelihara keseimbangan hidup antara aspek duniawi dan
aspek ukhrawi. Keseimbangan hidup ini sangat tergantung pada niat
hati, apakah akan menggunakan dunia ini sebagai jembatan bagi kehidupan
di alam akherat ataukah hanya untuk menghambakan diri pada dunia. Rasulullah SAW bersabda :
”Barangsiapa yang menjadikan
dunia ini (pusat) cita-citanya, niscaya
Allah akan menceraiberaikan urusannya dan menjadikan kepapaan menghantui
dirinya serta tidak akan datang kepadanya keduniaan melainkan sekedar apa yang telah
dtetapkan. Dan barangsiapa yang menjadikan akherat itu niatnya, niscaya Allah
menghimpunkan segala urusan serta menciptakan kepuasan dalam hatinya sementara
dunia datang tunduk kepadanya”.
Dalam riwayat
yang lain, Rasulullah SAW bersabda :
”Barangsiapa yang bertekad
hanya menghubungkan diri kepada Allah SWT semata niscaya Allah menjamin segala
keperluannya, dan memberinya rezeqi dari yang tidak pernah diduganya. Dan
barangsiapa yang bertekad menghubungkan diri kepada dunia semata, niscaya Allah
menyerahkannya kepada dunia itu”.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Hamba Allah atau manusia
yang mencita-citakan hidup hakiki dituntut memahami makna hidup yang telah
digariskan oleh Allah SWT. Jika seseorang telah memahami maksud dan tujuan
Allah SWT menciptakan dirinya, ia akan sukses meraih kebahagiaan yang hakiki
tersebut. Untuk sekedar menyegarkan ingatan kita, bahwa dalam konsep Diinul
Islam kita diciptakan Allah SWT di muka bumi ini disamping berfungsi sebagai hamba
Allah untuk ta’abud (beribadah) kepadaNya juga mempunyai misi
sebagai KhalifahNya yang diberi hak mengelola alam seisinya untuk
sarana ibadah. Sehingga baik ibadah mahdhah maupun mu’ammalah duniawiyah harus
diselaraskan. Barangkali inilah yang dimaksud dari firman Allah SWT :
”Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah : 21)
Juga dalam firmanNya yang lain :
”Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (QS. Adz-Zariyat : 56)
Jama’ah Rahimakumullah,
Dari beberapa ayat dan
nukilan hadits di atas kiranya kita dapat simpulkan bahwa Hidup yang Hakiki itu
dapat diraih hanya dengan membangun hubungan sinergis atau hubungan yang
berimbang, seperti memelihara hablum minallah wa hablum minannas, menjaga
keseimbangan aspek jasmani dan aspek
rohani, juga mmelihara keharmonisan antara
duniawi dengan urusan uhkrawi. Insya Allah jika kita sanggup mengkondisikan aspek-aspek tersebut do’a dan
harapan kita seperti yang terlukis dalam do’a :
akan dapat terealisir. Mudah-mudahan kita
tergolong ke dalam hamba-hambaNya yang dianugerahi hidup dan kehidupan yang
hakiki, selamat dunia hingga akherat nanti. Amin yaa rabbal’alamin. Demikianlah
khutbah singkat ini disampaikan, kiranya dapat kita jadikan muhasabah (renungan
diri) dalam mengarungi bahtera kehidupan dunia yang fana ini menuju kehidupan
akherat yang kekal abadi itu.
ﺑﺎﺭﻚﺍﷲﻠﻲﻮﻟﻜﻡﻔﻰﺍﻟﻗﺭﺁﻦﺍﻠﻜﺭﻴﻡﻭﺍﻠﺬﻜﺭﺍﻠﺤﻛﻴﻡﻮﻨﻔﻌﻨﻲﻭﺇﻴﺎﻜﻡﺒﻤﺎﻔﻴﻪ
ﻤﻦﺍﻷﻴﺎﺖﻮﺍﻷﺤﺎﺪﻴﺙﺴﻴﺪﺍﻠﻤﺮﺴﻠﻴﻦﺃﻠﻠﻬﻡﺍﻏﻔﺮﻮﺍﺮﺤﻡﻠﻟﻤﺴﻠﻤﻳﻦﻭﺍﻟﻤﺴﻟﻤﺎﺖ
ﻭﺍﻠﻤﯝﻤﻨﻳﻦﻮﺍﻟﻤﯝﻤﻧﺎﺖﺃﻷﺤﻴﺎﺀﻮﺍﻷﻤﻮﺍﺖﺒﺮﺤﻤﺘﻚﻴﺎﺃﺮﺤﻤﺍﻠﺮﺍﺤﻤﻴﻦ
ﻮﺍﻠﺤﻤﺪﷲﺭﺐﺍﻠﻌﺎﻠﻤﻴﻦ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar