Senin, 20 Agustus 2012

Kebahagiaan Haqiqi


MENGGAPAI KEBAHAGIAAN HAKIKI

ﺃﻠﺤﻤﺪﷲﻨﺤﻤﺪﻩﻭﻨﺴﺗﻌﻴﻨﻪﻭﻨﺴﺗﻐﻔﺮﻩﻭﻨﻌﻭﺬﺒﺎﷲﻤﻦﺷﺮﻮﺮﺃﻨﻔﺴﻨﺎﻭﻤﻦﺴﻴﺄﺖﺃﻋﻤﺎﻠﻨﺎ
ﻤﻦﻴﻬﺪﺍﷲﻔﻼﻤﻀﻞﻟﻪﻭﻤﻦﻴﻀﻠﻞﻔﻼﻫﺎﺪﻱﻠﻪﻭﻤﻦﻠﻢﻴﺠﻌﻞﺍﷲﻠﻪﻨﻭﺮﺍﻔﻣﺎﻠﻪﻣﻦﻧﻭﺮ
ﺃﺸﻬﺪﺃﻦﻻﺇﻠﻪﺇﻻﺍﷲﻭﺤﺪﻩﻻﺷﺮﻴﻚﻠﻪﻮﺃﺷﻬﺪﺃﻦﻤﺤﻤﺪﺍﻋﺑﺪﻩﻮﺭﺴﻮﻠﻪﺃﻠﻟﻬﻢﺻﻞﻮﺴﻠﻡ
ﻮﺑﺎﺭﻚﻋﻟﻰﻤﺤﻤﺪﻮﻋﻟﻰﺃﻠﻪﻭﺼﺤﺒﻪﻮﻤﻦﺘﺑﻌﻬﻢﺒﺈﺤﺴﺎﻦﺇﻠﻰﻴﻭﻢﺍﻠﺪﻴﻦﺃﻤﺎﺑﻌﺪﻔﻴﺎﻋﺑﺎﺪﺍﷲﺃﻭﺼﻴﻜﻢﻭﻨﻔﺴﻰﺑﺘﻘﻭﻯﺍﷲﻔﻘﺪﻔﺎﺰﺍﻟﻤﺘﻘﻭﻦﻮﻘﺎﻞﺍﷲﺘﻌﺎﻟﻰﻔﻲﻜﺘﺑﻪﺍﻟﻟﻜﺮﻴﻢ

Jama’ah rahimakumullah,
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadlirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, nikmat dan hidayahNya kepada kita. Mudah-mudahan segala nikmat tersebut dapat kita manfaatkan secara maksimal dalam rangka mengabdi kepadaNya serta berbuat ihsan pada sesama. Shalawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan pada diri Rasulullah SAW sebagai sumber tauladan yang paripurna bagi siapa saja yang ingin hidupnya bermartabat, selamat minad-dunnya ilal akhirat. Amin.
Pada kesempatan yang mulia ini, khotib berwasiat marilah kita tingkatkan kwalitas iman dan taqwa dengan sebenar-benar Taqwa, yakni berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan segala perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. Mudah-mudahkan dengan taqwa yang benar, kita akan memperoleh kebahagiaan hidup yang hakiki baik di dunia yang fana ini hingga di akherat kelak yang abadi.

 Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Secara fitrah setiap manusia pada umumnya selalu menghajatkan kehidupan yang senang, bahagia,  damai, tenang dan tentram lahir dan batinnya. Karenanya wajar jika manusia berupaya semaksimal mungkin dengan berbagai cara untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Kita saksikan fenomena kehidupan manusia yang ingin meraih kebahagiaan tejadi dimana-mana dan dalam dimensi yang berbeda-beda, misalnya : ada anggota DPR yang berani melakukan mark-up proyek-proyek besar, banyak  pejabat Ekskutif yang korupsi, ada orang bekerja dari pagi hingga malam di kantor-kantor perusahaan,  para pedagang rela berniaga dari pasar satu ke pasar yang lain, para petani rela menjemur diri di bawah terik panasnya matahari, para nelayan sanggup menerjang ombak dan badai demi mendapatkan tangkapannya.. Sampai-sampai seorang  dokter atau bidan berani melakukan aborsi pada pasiennya.
Itu semua jika diakui secara jujur, karena hendak meraih sebuah nilai kebahagiaan. Pendek kata, orang akan melakukan apa saja demi menggapai kebahagiaan, tanpa memperhatikan apakah cara yang dilakukannya itu merugikan diri sendiri atau pihak lain. Tetapi apakah dengan usaha seperti itu sudah pasti menjamin datangnya kebahagiaan? Ternyata fakta menunjukkan bahwa saudara-saudara kita yang kita gambarkan di atas tidak semuanya merasakan kebahagiaan yang hakiki, bahkan ada yang justeru merasakan pesakitan. Ada anggota DPR, para ekskutif yang meringkuk di balik jeruji tahanan, banyak pegawai perusahaan yang menderita karena di PHK, tidak sedikit para petani yang menjerit karena dipermainkan pupuk dan harga, ada pula dokter dan bidan yang harus berurusan dengan hukum.

Ma’asyiral Muslimin rahmakumullah,

Jika demikian realitanya, hal yang perlu kita tanyakan, mengapa orang yang sudah mati-matian berusaha dan bekerja belum atau tidak juga bahagia? Adakah sesuatu yang salah dalam usaha mereka? Untuk menjawab kegelisahan tersebut, bagi seorang Muslim yang mukmin tidaklah terlalu sulit. Karena dalam pandangan Muslim yang mukmin, konsep bahagia itu telah terlihat gamblang (jelas) sebagaimana do’a yang selalu terucap :
”Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah : 201)

Sesungguhnya kebahagiaan ”Hakiki” itu menuntut dua aspek yang saling mendukung. Adanya keseimbangan antara aspek lahir dan batin, aspek materiil dan moril juga aspek duniawi dan ukhrawi. Keduanya harus terpenuhi secara seimbang. Jika aspek dunia lebih ditonjolkan dari aspek akherat, maka kebahagiaan hakiki tidak akan terpenuhi, begitu pula sebaliknya. Al-Qur’anul Karim memberi petunjuk kepada kita :
”Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.  (QS. Al Qashash : 77).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Jika demikian, apa yang sering diusahakan mati-matian oleh manusia di dunia dalam mengejar materi, akan berujung penderitaan dan kelelahan semata jika tidak dibarengi dengan pendakian rohani. Bila seorang hamba berkhidmad sungguh-sungguh kepada Allah SWT, maka dunia ini atau alam ini pasti akan berkhidmad kepadanya.  Jika ia seorang petani, sawah ladang atau hasil buminya akan subur melimpah dan mudah rezekinya. Jika ia seorang pedagang, akan mudah peruntungan dalam perdagangannya, maju dalam perusahaannya serta akan mendapatkan rezeki yang halal. Orang yang berkhidmad kepada Allah, senantiasa akan menikmati sehat badan, menikmati ketenangan hidup, menikmati kebahagiaan hakiki. Allah SWT dalam hadits QudsiNya berfirman : ”Wahai dunia, berkhidmadlah kepada orang yang telah berkhidmad kepadaKu, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu”. (HQR. Al-Qudla’i yang bersumber dari Ibnu Mas’d r.a).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sekarang mengertilah kita, bahwa kebahagaan  yang hakiki itu akan terwujud jika kita mampu memelihara keseimbangan hidup antara aspek duniawi dan aspek ukhrawi. Keseimbangan hidup ini sangat tergantung pada niat hati, apakah akan menggunakan dunia ini sebagai jembatan bagi kehidupan di alam akherat ataukah hanya untuk menghambakan diri pada dunia.  Rasulullah SAW bersabda :

”Barangsiapa yang menjadikan dunia ini (pusat)  cita-citanya, niscaya Allah akan menceraiberaikan urusannya dan menjadikan kepapaan menghantui dirinya serta tidak akan datang kepadanya keduniaan melainkan sekedar apa yang telah dtetapkan. Dan barangsiapa yang menjadikan akherat itu niatnya, niscaya Allah menghimpunkan segala urusan serta menciptakan kepuasan dalam hatinya sementara dunia datang tunduk kepadanya”.

Dalam riwayat  yang lain, Rasulullah SAW bersabda :

”Barangsiapa yang bertekad hanya menghubungkan diri kepada Allah SWT semata niscaya Allah menjamin segala keperluannya, dan memberinya rezeqi dari yang tidak pernah diduganya. Dan barangsiapa yang bertekad menghubungkan diri kepada dunia semata, niscaya Allah menyerahkannya kepada dunia itu”.

 Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hamba Allah atau manusia yang mencita-citakan hidup hakiki dituntut memahami makna hidup yang telah digariskan oleh Allah SWT. Jika seseorang telah memahami maksud dan tujuan Allah SWT menciptakan dirinya, ia akan sukses meraih kebahagiaan yang hakiki tersebut. Untuk sekedar menyegarkan ingatan kita, bahwa dalam konsep Diinul Islam kita diciptakan Allah SWT di muka bumi ini disamping berfungsi sebagai hamba Allah untuk ta’abud (beribadah) kepadaNya juga mempunyai misi sebagai KhalifahNya yang diberi hak mengelola alam seisinya untuk sarana ibadah. Sehingga baik ibadah mahdhah maupun mu’ammalah duniawiyah harus diselaraskan. Barangkali inilah yang dimaksud dari firman Allah SWT :
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah : 21)
 Juga dalam firmanNya yang lain :
      
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Zariyat : 56)

Jama’ah Rahimakumullah,
Dari beberapa ayat dan nukilan hadits di atas kiranya kita dapat simpulkan bahwa Hidup yang Hakiki itu dapat diraih hanya dengan membangun hubungan sinergis atau hubungan yang berimbang, seperti memelihara hablum minallah wa hablum minannas, menjaga keseimbangan  aspek jasmani dan aspek rohani, juga mmelihara keharmonisan antara  duniawi dengan urusan uhkrawi. Insya Allah jika kita sanggup  mengkondisikan aspek-aspek tersebut do’a dan harapan kita seperti yang terlukis dalam do’a :

akan dapat terealisir. Mudah-mudahan kita tergolong ke dalam hamba-hambaNya yang dianugerahi hidup dan kehidupan yang hakiki, selamat dunia hingga akherat nanti. Amin yaa rabbal’alamin. Demikianlah khutbah singkat ini disampaikan, kiranya dapat kita jadikan muhasabah (renungan diri) dalam mengarungi bahtera kehidupan dunia yang fana ini menuju kehidupan akherat yang kekal abadi itu.
 
ﺑﺎﺭﻚﺍﷲﻠﻲﻮﻟﻜﻡﻔﻰﺍﻟﻗﺭﺁﻦﺍﻠﻜﺭﻴﻡﻭﺍﻠﺬﻜﺭﺍﻠﺤﻛﻴﻡﻮﻨﻔﻌﻨﻲﻭﺇﻴﺎﻜﻡﺒﻤﺎﻔﻴﻪ
ﻤﻦﺍﻷﻴﺎﺖﻮﺍﻷﺤﺎﺪﻴﺙﺴﻴﺪﺍﻠﻤﺮﺴﻠﻴﻦﺃﻠﻠﻬﻡﺍﻏﻔﺮﻮﺍﺮﺤﻡﻠﻟﻤﺴﻠﻤﻳﻦﻭﺍﻟﻤﺴﻟﻤﺎﺖ
ﻭﺍﻠﻤﯝﻤﻨﻳﻦﻮﺍﻟﻤﯝﻤﻧﺎﺖﺃﻷﺤﻴﺎﺀﻮﺍﻷﻤﻮﺍﺖﺒﺮﺤﻤﺘﻚﻴﺎﺃﺮﺤﻤﺍﻠﺮﺍﺤﻤﻴﻦ
ﻮﺍﻠﺤﻤﺪﷲﺭﺐﺍﻠﻌﺎﻠﻤﻴﻦ


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar