Senin, 20 Agustus 2012

Khutbah Idul Fitri 1433 H


TIGA UKURAN KEBERHASILAN SHOUM RAMADHAN
Abu Abbad Ar-Rozan al-Mafazah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
 Mengawali khutbah Idul Fitri pada pagi hari ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadlirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karuniaNya yang masih kita rasakan hingga saat ini. Bersyukur, karena kita telah berhasil menunaikan puasa Ramadhan. Bersyukur, karena kita masih diberi kesempatan  untuk meraih kemenangan pada hari ini, menang sebagai insan Muttaqien sebagaimana yang dijanjikan Allah SWT dalam firman-Nya “La’allakum tattaquun”.  Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan atas diri Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia menghidupkan sunnah dan risalahnya hingga akhir zaman nanti. Amin.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

 Ramadhan dengan ibadah utamanya Shoum dan ibadah sunnat lainnya kini telah meninggalkan kita dengan perasaan sedih dan gembira. Sedih karena Ramadhan terasa cepat berlalu padahal belum banyak rasanya yang kita lakukan untuk mengisinya dalam upaya peningkatan taqwa kepada Allah SWT. Namun kita juga gembira karena adanya janji ampunan dari Allah SWT atas dosa yang telah kita lakukan sehingga harapan kita, berakhirnya Ramadhan membuat kita menjadi orang dengan jiwa yang bersih dari dosa. Bukankah Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang berpuasa pada Bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridlo Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari).
Untuk menilai apakah kita sudah mencapai keberhasilan dalam ibadah Ramadhan, paling tidak ada 3 (tiga) ukuran yang bisa kita jadikan patokan. Pertama : memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT sehingga ia merasa dekat dan merasa selalu diawasi oleh-Nya.Ini merupakan hikmah yang sangat penting dari ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di dalam Islam. Sikap ini menjadi begitu penting dalam kehidupan seorang  muslim karena dengan demikian ia tidak berani menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan Allah SWT meskipun peluang untuk menyimpang sangat besar dan bisa jadi menguntungkan secara duniawi. Hal ini karena setiap perbuatan manusia ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT kelak. 

Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Kita tentunya masih ingat kisah yang terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Khattab r.a. Pernah pada suatu malam  ia berkeliling kampung menyambangi rakyatnya. Ketika malam semakin larut, tidak hanya mata beliau yang semakin kantuk tetapi juga badan dan kaki yang terasa lelah. Maka Khalifah Umar r.a. bersama pengawalnya Aslam bersandar pada dinding suatu rumah. Tiba-tiba dari dalam rumah itu terdengar suatu percakapan dari dalam
“Wahai anakku, perasan susu kita hari ini tinggal sedikit. Agar kita dapat untung yang sama dengan hari kemarin, sebaiknya kita campur saja susu ini dengan air”. “Jangan ibu, itu namanya perbuatan tidak jujur, lagi pula ibu kan tahu Khalifah Umar telah menegaskan agar para penjual susu murni tidak mencampur susu dengan air karena ingin mendapatkan keuntungan yang banyak”. 

 Khalifah Umar mulai faham setelah mendengar kalimat ini, rupanya ini adalah percakapan seorang ibu penjual susu murni dengan anak gadisnya. Selanjutnya Umar  mendengar lagi kalimat dari sang ibu: 
“Ah, telah banyak orang yang melanggar peraturan itu, ibu kira tidak ada salahnya bila kita mencampur susu dengan air. Tujuan kita bukan untuk mencari keuntungan besar, kita hanya ingin agar keuntungan kita hari ini sama dengan hari kemarin. Sebab jika tidak begitu, perolehan kita tidak cukup untuk biaya makan sehari”.
“Tapi apakah ibu tidak takut ketahuan Khalifah Umar bin Khattab?’, tanya sang putri. “Khalifah Umar tidak akan tahu nak!. Dia saat ini tentu sedang enak tidur di istananya, mana dia tahu kesulitan kita”. Tegas sang ibu.
“Ibu, Khalifah Umar mungkin saja tidak tahu dengan penderitaan dan apa yang kita lakukan, tetapi Tuhannya Khalifah Umar, Tuhan kita juga pasti mengetahuinya”, kata sang anak meyakinkan ibunya. “Pokoknya saya tidak mau mentaati Allah disaat ramai, lalu mendurhakaiNya dikala sepi”, tegas sang putri. 
Sepenggal kisah lama ini merupakan bukti betapa seorang gadis miskin penjual susu murni memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT dan merasa dekat dengan-Nya. Coba kita bandingkan dengan kehidupan moderen saat ini, betapa orang telah berani secara   terang-terangan  melakukan berbagai tindak korupsi, dari proyek berskala besar hingga proyek-proyek kecil,  bahkan Al-Qur’an yang merupakan Kitab Suci Ummat Islam saja sudah dikorupsi. Begitu pula mafia hukum dan peradilan  masih meraja lela dimana-mana. Kelakuan para pemimpin dan penguasapun tidak kalah dlolimnya, rakyat dibiarkan mencari jalan kehidupan sendiri-sendiri tanpa tauladan dan perlindungan yang berarti. Wajar jika kemudian disana-sini terjadi disharmonisasi antara penguasa dan rakyat. Banyak para penguasa yang terus menerus menebar sikap arogansi dengan menjadikan rakyat sebagai tumbal untuk menumpuk numpuk materi dengan cara-cara yang keji. Mereka lupa atau mungkin sengaja melawan Allah, seolah olah kehadiran Allah SWT dianggap sepi, padahal Allah SWT selalu mengawasi tingkah polah semua makhluknya tanpa terkecuali ummat manusia.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

 Kedua, Ukuran keberhasilan ibadah Ramadhan adalah selalu menjaga kebersihan hati dari segala dosa dan sifat tercela serta berusaha mengendalikan diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan.
Ibadah Ramadhan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapatkan jaminan ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini. Karena itu semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita tidak mudah lagi melakukan perbuatan yang bisa bernilai dosa, apalagi secara harfiyah Ramadhan artinya membakar, yakni membakar dosa. Jika dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka kalau sudah dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh lagi, bahkan bisa jadi mati, sehingga dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi. Dengan demikian, jangan sampai dosa yang kita tinggalkan selama Bulan Ramadhan hanya sekedar ditahan-tahan untuk selanjutnya dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian jadinya, ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tetapi hanya ditebang dahan dan rantingnya, sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi, tiga, empat bahkan lima cabang beberapa waktu kemudian.
Dalam kaitanya dengan dosa, sebagai seorang Muslim jangan sampai kita termasuk orang yang bangga dengan dosa, apalagi jika mati dalam keadaan bangga terhadap dosa yang dilakukan. Bila ini terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita hadapi di hadapan Allah SWT, sebagaimana firmanNya:
  
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam syurga, hingga unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan”. (QS. Al-A’raf : 40).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

 Keinginan untuk menjaga diri dari dosa membuat orang yang sudah berpuasa dengan baik menjadi sangat hati-hati dalam bersikap dan bertindak. Selama beribadah di Bulan Ramadhan, kita cenderung sangat berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Hal itu karena kita tidak ingin ibadah Ramadhan kita menjadi sia-sia dengan sebab kesalahan yang kita lakukan. Kehati-hatian dalam hidup menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Karenanya apa yang hendak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekedar ikut-ikutan dalam melakukannya. Allah SWT berfirman :
  
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) tentangnya. Sesungguhnyaa pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabannya”. (QS. Al-Isra : 36).

 Puasa Ramadhan yang baru saja kita tunaikan adalah pengendali diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan  minum yang sebenarnya pokok, tetapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang mengatakan: “saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”, padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu.

Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan RasulNya merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak, maka kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak sopan. Yang pasti, selama manusia menginginkan sesuatu hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini yang terjadi , apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal. Allah SWT berfirman :
  
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda) kekuasaan Allah., dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A’raf : 179).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Ketiga, ukuran keberhasilan ibadah Ramadhan adalah membuat kita memiliki semangat yang tinggi untuk menuntut ‘ilmu

 Hal ini karena kita dituntut untuk semakin banyak beramal sholeh dan tentu saja dengan ilmu yang banyak membuat kita semakin tahu apa yang kita lakukan dan bagaimana melakukannya. Dalam menuntut ‘ilmu, setiap kita tentu saja harus memiliki niat yang ihklas karena Allah SWT semata. Diantara niat yang benar dalam mencari ilmu adalah akan digunakannya ilmu itu untuk menegakkan kebenaran Islam, sehingga bila kematian terjadi pada saat menuntut ilmu, maka matinya sangat mulia sehingga di dalam syurga ia mendapatkan derajat yang tinggi. Rasulullah SAW bersabda :

“Barangsiapa didatangi kematian pada saat sedang mancari ‘ilmu, yang dengan ilmu itu dia hendak menghidupkan Islam, maka antara dirinya dan para nabi (hanya) ada satu derajat di syurga”. (HR. Thabrani dan Ad-Darimi).
Karena itu, bila seseorang niat mencari ‘ilmunya tidak karena Allah, tetapi semata-mata karena ingin mendapatkan kekayaan duniawi, maka ia terancam tidak mencium bau syurga, apalagi masuk syurga. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang dengan ilmu itu semestinya dia mencari ridlo Allah, dia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan kekayaan dunia, maka dia tidak akan mencium bau syurga pada hari qiamat”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majjah, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

 Semoga ibadah Ramadhan yang baru saja usai kita tunaikan yang hari kemenangannya kita rayakan hari ini, memberi makna yang dalam kepada kita, sehingga ketaqwaan kita kepada Allah SWT kian meningkat dan paling tidak hingga sebelas bulan mendatang untuk selanjutnya kita tingkatkan lagi pada Ramadhan berikutnya.

 Pada akhirnya marilah kita rayakan hari kemenangan ini dengan penuh rasa suka cita namun tetap kita jaga nilai-nilai kesederhanaan. Kita jauhkan sikap pemborosan, perilaku sia-sia, dan segala tindakan yang akan menodai amal ibadah mulia yang baru saja kita tunaikan. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa kesalahan kita dan mengembalikan diri  kita dalam kefitrahan, menetapkan kita dalam Islam, Iman dan Ihsan. Akhirnya marilah kita berdo’a kehadlirat Allah SWT, dengan khusu’ dan penuh tawadlu’, dengan  penuh harap semoga permohonan kita diijabah.
Ya, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ampuni kami yang merugi, yang dlolim atas waktu yang terbuang. Ampuni kami yang menghamba pada khilaf dan nafsu syahwat bahkan angkara maksiat. Ampuni kami atas gelap mata, lidah dan telinga, atas tangan, kaki dan fikiran yang terlampau sering tak seiring jalan dengan qalbu nurani, kaidah khususnya aqidah.
Ya Allah Yang Maha Bijak, Kami bersimpuh hanya kepadaMu. Izinkan kami kembali ke hadiratMu bersama setetes amal diujung umur kami. Kami hanya sebiji zarah yang senantiasa terbenam lumpur dusta, nista sumpah serapah, insan angkuh, budi rapuh yang sering abai menunaikan titahMu.
Ya Allah, Yang Maha Baik lagi Maha Adil. Lapangkan kami menuju syurgaMu, lapangkan sisa umur kami kembali ke jalanMu. Ridloi dan terangi mata hati kami untuk kembali bersujud kepadaMu. Ampuni dosa kami, terimalah taubat kami dan ringankanlah ujian kami dalam melintasi cobaanMu.
Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengampun. Ampunilah segenap dosa orang-orang mukmin dan mukminat, muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan pengabul do’a.  Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar