TIGA UKURAN KEBERHASILAN SHOUM RAMADHAN
Abu Abbad
Ar-Rozan al-Mafazah
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Mengawali khutbah Idul Fitri pada pagi hari ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadlirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karuniaNya yang masih kita rasakan hingga saat ini. Bersyukur, karena kita telah berhasil menunaikan puasa Ramadhan. Bersyukur, karena kita masih diberi kesempatan untuk meraih kemenangan pada hari ini, menang sebagai insan Muttaqien sebagaimana yang dijanjikan Allah SWT dalam firman-Nya “La’allakum tattaquun”. Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan atas diri Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia menghidupkan sunnah dan risalahnya hingga akhir zaman nanti. Amin.
Mengawali khutbah Idul Fitri pada pagi hari ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadlirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karuniaNya yang masih kita rasakan hingga saat ini. Bersyukur, karena kita telah berhasil menunaikan puasa Ramadhan. Bersyukur, karena kita masih diberi kesempatan untuk meraih kemenangan pada hari ini, menang sebagai insan Muttaqien sebagaimana yang dijanjikan Allah SWT dalam firman-Nya “La’allakum tattaquun”. Sholawat dan salam semoga Allah limpahkan atas diri Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia menghidupkan sunnah dan risalahnya hingga akhir zaman nanti. Amin.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Ramadhan dengan ibadah utamanya Shoum dan ibadah sunnat lainnya kini telah meninggalkan kita dengan perasaan sedih dan gembira. Sedih karena Ramadhan terasa cepat berlalu padahal belum banyak rasanya yang kita lakukan untuk mengisinya dalam upaya peningkatan taqwa kepada Allah SWT. Namun kita juga gembira karena adanya janji ampunan dari Allah SWT atas dosa yang telah kita lakukan sehingga harapan kita, berakhirnya Ramadhan membuat kita menjadi orang dengan jiwa yang bersih dari dosa. Bukankah Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang berpuasa pada Bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridlo Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari).
Ramadhan dengan ibadah utamanya Shoum dan ibadah sunnat lainnya kini telah meninggalkan kita dengan perasaan sedih dan gembira. Sedih karena Ramadhan terasa cepat berlalu padahal belum banyak rasanya yang kita lakukan untuk mengisinya dalam upaya peningkatan taqwa kepada Allah SWT. Namun kita juga gembira karena adanya janji ampunan dari Allah SWT atas dosa yang telah kita lakukan sehingga harapan kita, berakhirnya Ramadhan membuat kita menjadi orang dengan jiwa yang bersih dari dosa. Bukankah Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang berpuasa pada Bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridlo Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari).
Untuk menilai apakah kita sudah mencapai keberhasilan
dalam ibadah Ramadhan, paling tidak ada 3 (tiga) ukuran yang bisa kita jadikan
patokan. Pertama : memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT
sehingga ia merasa dekat dan merasa selalu diawasi oleh-Nya.Ini merupakan
hikmah yang sangat penting dari ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di dalam
Islam. Sikap ini menjadi begitu penting dalam kehidupan seorang muslim karena dengan demikian ia tidak berani
menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan Allah SWT meskipun peluang untuk
menyimpang sangat besar dan bisa jadi menguntungkan secara duniawi. Hal ini
karena setiap perbuatan manusia ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT
kelak.
Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Kita tentunya masih ingat kisah yang terjadi
pada masa Khalifah Umar Bin Khattab r.a. Pernah pada suatu malam ia berkeliling kampung menyambangi rakyatnya.
Ketika malam semakin larut, tidak hanya mata beliau yang semakin kantuk tetapi
juga badan dan kaki yang terasa lelah. Maka Khalifah Umar r.a. bersama
pengawalnya Aslam bersandar pada dinding suatu rumah. Tiba-tiba dari dalam
rumah itu terdengar suatu percakapan dari dalam.
“Wahai anakku, perasan susu kita hari
ini tinggal sedikit. Agar kita dapat untung yang sama dengan hari kemarin,
sebaiknya kita campur saja susu ini dengan air”. “Jangan
ibu, itu namanya perbuatan tidak jujur, lagi pula ibu kan tahu Khalifah Umar
telah menegaskan agar para penjual susu murni tidak mencampur susu dengan air
karena ingin mendapatkan keuntungan yang banyak”.
Khalifah Umar mulai faham setelah mendengar kalimat ini, rupanya ini adalah percakapan seorang ibu penjual susu murni dengan anak gadisnya. Selanjutnya Umar mendengar lagi kalimat dari sang ibu:
Khalifah Umar mulai faham setelah mendengar kalimat ini, rupanya ini adalah percakapan seorang ibu penjual susu murni dengan anak gadisnya. Selanjutnya Umar mendengar lagi kalimat dari sang ibu:
“Ah, telah banyak orang yang melanggar
peraturan itu, ibu kira tidak ada salahnya bila kita mencampur susu dengan air.
Tujuan kita bukan untuk mencari keuntungan besar, kita hanya ingin agar
keuntungan kita hari ini sama dengan hari kemarin. Sebab jika tidak begitu,
perolehan kita tidak cukup untuk biaya makan sehari”.
“Tapi apakah ibu tidak takut ketahuan
Khalifah Umar bin Khattab?’,
tanya sang putri. “Khalifah Umar tidak
akan tahu nak!. Dia saat ini tentu sedang enak tidur di istananya, mana dia
tahu kesulitan kita”. Tegas sang ibu.
“Ibu, Khalifah Umar mungkin saja tidak
tahu dengan penderitaan dan apa yang kita lakukan, tetapi Tuhannya Khalifah
Umar, Tuhan kita juga pasti mengetahuinya”, kata sang anak meyakinkan ibunya.
“Pokoknya saya tidak mau mentaati Allah disaat ramai, lalu mendurhakaiNya
dikala sepi”, tegas sang
putri.
Sepenggal
kisah lama ini merupakan bukti betapa seorang gadis miskin penjual susu murni
memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT dan merasa dekat dengan-Nya. Coba
kita bandingkan dengan kehidupan moderen saat ini, betapa orang telah berani
secara terang-terangan melakukan berbagai tindak korupsi, dari proyek
berskala besar hingga proyek-proyek kecil, bahkan Al-Qur’an yang merupakan Kitab Suci
Ummat Islam saja sudah dikorupsi. Begitu pula mafia hukum dan peradilan masih meraja lela dimana-mana. Kelakuan para
pemimpin dan penguasapun tidak kalah dlolimnya, rakyat dibiarkan mencari jalan
kehidupan sendiri-sendiri tanpa tauladan dan perlindungan yang berarti. Wajar
jika kemudian disana-sini terjadi disharmonisasi antara penguasa dan rakyat.
Banyak para penguasa yang terus menerus menebar sikap arogansi dengan
menjadikan rakyat sebagai tumbal untuk menumpuk numpuk materi dengan cara-cara
yang keji. Mereka lupa atau mungkin sengaja melawan Allah, seolah olah
kehadiran Allah SWT dianggap sepi, padahal Allah SWT selalu mengawasi tingkah
polah semua makhluknya tanpa terkecuali ummat manusia.
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah.
Kedua, Ukuran keberhasilan ibadah Ramadhan adalah selalu menjaga kebersihan hati dari segala dosa dan sifat tercela serta berusaha mengendalikan diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan.
Kedua, Ukuran keberhasilan ibadah Ramadhan adalah selalu menjaga kebersihan hati dari segala dosa dan sifat tercela serta berusaha mengendalikan diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan.
Ibadah
Ramadhan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita mendapatkan
jaminan ampunan dari dosa-dosa yang kita lakukan selama ini. Karena itu
semestinya setelah melewati ibadah Ramadhan kita tidak mudah lagi melakukan
perbuatan yang bisa bernilai dosa, apalagi secara harfiyah Ramadhan artinya membakar,
yakni membakar dosa. Jika dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka kalau
sudah dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh lagi, bahkan bisa jadi mati, sehingga
dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi. Dengan demikian, jangan sampai dosa
yang kita tinggalkan selama Bulan Ramadhan hanya sekedar ditahan-tahan untuk selanjutnya
dilakukan lagi sesudah Ramadhan berakhir dengan kualitas dan kuantitas yang
lebih besar. Kalau demikian jadinya, ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tetapi
hanya ditebang dahan dan rantingnya, sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi,
tiga, empat bahkan lima cabang beberapa waktu kemudian.
Dalam
kaitanya dengan dosa, sebagai seorang Muslim jangan sampai kita termasuk orang
yang bangga dengan dosa, apalagi jika mati dalam keadaan bangga terhadap dosa
yang dilakukan. Bila ini terjadi, maka sangat besar resiko yang akan kita
hadapi di hadapan Allah SWT, sebagaimana firmanNya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu
langit dan tidak (pula) mereka bisa masuk ke dalam syurga, hingga unta masuk ke
dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang
berbuat kejahatan”. (QS. Al-A’raf :
40).
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah.
Keinginan untuk menjaga diri dari dosa membuat orang yang sudah berpuasa dengan baik menjadi sangat hati-hati dalam bersikap dan bertindak. Selama beribadah di Bulan Ramadhan, kita cenderung sangat berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Hal itu karena kita tidak ingin ibadah Ramadhan kita menjadi sia-sia dengan sebab kesalahan yang kita lakukan. Kehati-hatian dalam hidup menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Karenanya apa yang hendak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekedar ikut-ikutan dalam melakukannya. Allah SWT berfirman :
Keinginan untuk menjaga diri dari dosa membuat orang yang sudah berpuasa dengan baik menjadi sangat hati-hati dalam bersikap dan bertindak. Selama beribadah di Bulan Ramadhan, kita cenderung sangat berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Hal itu karena kita tidak ingin ibadah Ramadhan kita menjadi sia-sia dengan sebab kesalahan yang kita lakukan. Kehati-hatian dalam hidup menjadi amat penting mengingat apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Karenanya apa yang hendak kita lakukan harus kita pahami secara baik dan dipertimbangkan secara matang, sehingga tidak sekedar ikut-ikutan dalam melakukannya. Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan (ilmu) tentangnya. Sesungguhnyaa pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabannya”. (QS. Al-Isra : 36).
Puasa Ramadhan yang baru saja kita tunaikan adalah pengendali diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tetapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang mengatakan: “saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”, padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu.
Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan RasulNya merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak, maka kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak sopan. Yang pasti, selama manusia menginginkan sesuatu hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini yang terjadi , apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal. Allah SWT berfirman :
Puasa Ramadhan yang baru saja kita tunaikan adalah pengendali diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tetapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang mengatakan: “saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”, padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu.
Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan RasulNya merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak, maka kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak sopan. Yang pasti, selama manusia menginginkan sesuatu hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini yang terjadi , apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal. Allah SWT berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka
mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda) kekuasaan
Allah., dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al-A’raf : 179).
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah.
Ketiga, ukuran keberhasilan ibadah Ramadhan adalah
membuat kita memiliki semangat yang tinggi untuk menuntut ‘ilmu.
Hal ini karena kita dituntut untuk semakin banyak beramal sholeh dan tentu saja dengan ilmu yang banyak membuat kita semakin tahu apa yang kita lakukan dan bagaimana melakukannya. Dalam menuntut ‘ilmu, setiap kita tentu saja harus memiliki niat yang ihklas karena Allah SWT semata. Diantara niat yang benar dalam mencari ilmu adalah akan digunakannya ilmu itu untuk menegakkan kebenaran Islam, sehingga bila kematian terjadi pada saat menuntut ilmu, maka matinya sangat mulia sehingga di dalam syurga ia mendapatkan derajat yang tinggi. Rasulullah SAW bersabda :
Hal ini karena kita dituntut untuk semakin banyak beramal sholeh dan tentu saja dengan ilmu yang banyak membuat kita semakin tahu apa yang kita lakukan dan bagaimana melakukannya. Dalam menuntut ‘ilmu, setiap kita tentu saja harus memiliki niat yang ihklas karena Allah SWT semata. Diantara niat yang benar dalam mencari ilmu adalah akan digunakannya ilmu itu untuk menegakkan kebenaran Islam, sehingga bila kematian terjadi pada saat menuntut ilmu, maka matinya sangat mulia sehingga di dalam syurga ia mendapatkan derajat yang tinggi. Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa didatangi kematian pada
saat sedang mancari ‘ilmu, yang dengan ilmu itu dia hendak menghidupkan Islam,
maka antara dirinya dan para nabi (hanya) ada satu derajat di syurga”. (HR.
Thabrani dan Ad-Darimi).
Karena
itu, bila seseorang niat mencari ‘ilmunya tidak karena Allah, tetapi
semata-mata karena ingin mendapatkan kekayaan duniawi, maka ia terancam tidak
mencium bau syurga, apalagi masuk syurga. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu
yang dengan ilmu itu semestinya dia mencari ridlo Allah, dia tidak
mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan kekayaan dunia, maka dia tidak akan
mencium bau syurga pada hari qiamat”.
(HR. Abu Daud, Ibnu Majjah, Ahmad dan
Ibnu Hibban).
Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah.
Semoga ibadah Ramadhan yang baru saja usai kita tunaikan yang hari kemenangannya kita rayakan hari ini, memberi makna yang dalam kepada kita, sehingga ketaqwaan kita kepada Allah SWT kian meningkat dan paling tidak hingga sebelas bulan mendatang untuk selanjutnya kita tingkatkan lagi pada Ramadhan berikutnya.
Pada akhirnya marilah kita rayakan hari kemenangan ini dengan penuh rasa suka cita namun tetap kita jaga nilai-nilai kesederhanaan. Kita jauhkan sikap pemborosan, perilaku sia-sia, dan segala tindakan yang akan menodai amal ibadah mulia yang baru saja kita tunaikan. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa kesalahan kita dan mengembalikan diri kita dalam kefitrahan, menetapkan kita dalam Islam, Iman dan Ihsan. Akhirnya marilah kita berdo’a kehadlirat Allah SWT, dengan khusu’ dan penuh tawadlu’, dengan penuh harap semoga permohonan kita diijabah.
Semoga ibadah Ramadhan yang baru saja usai kita tunaikan yang hari kemenangannya kita rayakan hari ini, memberi makna yang dalam kepada kita, sehingga ketaqwaan kita kepada Allah SWT kian meningkat dan paling tidak hingga sebelas bulan mendatang untuk selanjutnya kita tingkatkan lagi pada Ramadhan berikutnya.
Pada akhirnya marilah kita rayakan hari kemenangan ini dengan penuh rasa suka cita namun tetap kita jaga nilai-nilai kesederhanaan. Kita jauhkan sikap pemborosan, perilaku sia-sia, dan segala tindakan yang akan menodai amal ibadah mulia yang baru saja kita tunaikan. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa kesalahan kita dan mengembalikan diri kita dalam kefitrahan, menetapkan kita dalam Islam, Iman dan Ihsan. Akhirnya marilah kita berdo’a kehadlirat Allah SWT, dengan khusu’ dan penuh tawadlu’, dengan penuh harap semoga permohonan kita diijabah.
Ya, Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ampuni kami
yang merugi, yang dlolim atas waktu yang terbuang. Ampuni kami yang menghamba
pada khilaf dan nafsu syahwat bahkan angkara maksiat. Ampuni kami atas gelap
mata, lidah dan telinga, atas tangan, kaki dan fikiran yang terlampau sering
tak seiring jalan dengan qalbu nurani, kaidah khususnya aqidah.
Ya Allah
Yang Maha Bijak, Kami
bersimpuh hanya kepadaMu. Izinkan kami kembali ke hadiratMu bersama setetes
amal diujung umur kami. Kami hanya sebiji zarah yang senantiasa terbenam lumpur
dusta, nista sumpah serapah, insan angkuh, budi rapuh yang sering abai
menunaikan titahMu.
Ya Allah,
Yang Maha Baik lagi Maha Adil. Lapangkan kami menuju syurgaMu,
lapangkan sisa umur kami kembali ke jalanMu. Ridloi dan terangi mata hati
kami untuk kembali bersujud kepadaMu. Ampuni dosa kami, terimalah taubat
kami dan ringankanlah ujian kami dalam melintasi cobaanMu.
Ya Allah,
Tuhan Yang Maha Pengampun. Ampunilah segenap dosa orang-orang
mukmin dan mukminat, muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup maupun yang
telah wafat, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan pengabul do’a. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar